Renungan Hari Pahlawan 10 November

Quote:
Selamat Hari Pahlawan Nasional Indonesia ke-66

Quote:
Hari Pahlawan atau Hari Pahlawan Nasional dapat merujuk pada sejumlah peringatan hari pahlawan nasional di berbagai negara. Hari Pahlawan sering diselenggarakan pada hari kelahiran pahlawan nasional maupun peringatan peristiwa yang mengantarkan mereka jadi pahlawan.
Quote:
SEJARAH SECARA SINGKAT

Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Quote:
10 NOVEMBER 1945 UNTUK MEMBELA REPUBLIK INDONESIA

Dengan menelusuri kembali sejarah perjuangan bangsa, maka jelaslah bahwa Republik Indonesia yang diproklamasikan oleh Sukarno-Hatta pada tgl 17 Agustus 1945 adalah hasil jerih-payah, hasil aliran air-mata dan darah, hasil pengorbanan di penjara-penjara atau di tempat pembuangan Digul, yang disumbangkan oleh begitu banyak orang dari berbagai golongan masyarakat negeri ini. Dan bisalah kiranya kita artikan bahwa pertempuran-pertempuran Surabaya (dan di tempat-tempat lainnya waktu itu) adalah, pada hakekatnya, pembelaan hasil pejuang-pejuang perintis kemerdekaan sebelum 1945. Singkatnya, 10 November 1945 adalah bentuk nyata tekad kolektif untuk membela Republik Indonesia (yang waktu itu baru berumur sekitar 3 bulan).

Dengan pendekatan sejarah yang demikian itulah makin kelihatan bahwa 10 November adalah bagian sejarah yang ada tali-temalinya - atau kepanjangan _ dengan peristiwa-peristiwa penting sebelumnya dalam melawan kolonialisme Belanda, antara lain: semangat pembrontakan PKI tahun 1926, pidato _Indonesia Menggugat_ oleh Bung Karno di depan pengadilan Belanda di Bandung (1927), pidato lahirnya Pancasila oleh Bung Karno (1 Juni 1945). Kalau sama-sama kita simak-simak kembali kedua pidato Bung Karno itu, dan kita renungkan isinya secara dalam-dalam, maka kita temukanlah di situ cita-cita bangsa kita untuk mencapai kemerdekan nasional dan persatuan bangsa, demi mendirikan suatu negara bagi rakyat kita.
Quote:
KEAGUNGAN ARTI 10 NOVEMBER
Spoiler for Keagungan arti 10 Nopember:
Kebesaran arti pertempuran Surabaya, yang kemudian dikukuhkan sebagai Hari Pahlawan, bukanlah hanya karena begitu banyaknya pahlawan - baik yang dikenal maupun tidak di kenal _ yang telah mengorbankan diri demi Republik Indonesia. Bukan pula hanya karena lamanya pertempuran secara besar-besaran dan besarnya kekuatan lawan. Di samping itu semua, kebesaran arti pertempuran Surabaya juga terletak pada peran dan pengaruhnya, bagi jalannya revolusi waktu itu. Pertempuran Surabaya telah dapat memobilisasi rakyat banyak untuk ikut serta, baik secara aktif maupun pasif, dalam perjuangan melawan musuh bersama waktu itu, yaitu tentara Inggris yang melindungi atau _menyelundupkan_ NICA ke wilayah Indonesia.

Pertempuran Surabaya juga telah menyebarkan, ke daerah-daerah yang paling jauh di Indonesia, kesadaran republiken, patriotisme yang tinggi, solidaritas seperjuangan di kalangan berbagai suku, agama, keturunan. P_ngaruhnya bagaikan nyala api besar yang membakar semangat perlawanan sehingga muncul juga pertempuran di banyak tempat di Indonesia. (Untuk menyebut sekedar sejumlah kecil di antaranya : di Jakarta pada tanggal 18 November, di Semarang tgl 18 November, di Riau tanggal 18 November, di Ambarawa tanggal 21 November, di pulau Bangka 21 November, di Brastagi tanggal 25 November, di Bandung tanggal 6 Desember, di Medan 6 Desember, di Bogor tanggal 6 Desember).

Ciri utama berbagai perjuangan yang meletus di banyak kota dan daerah di Indonesia adalah bahwa peristiwa-peristiwa itu mendapat dukungan besar moral dan material dari rakyat, yang berarti juga telah menggugah rasa kebersamaan patriotik dalam perjuangan, dan dalam skala yang luas. Dalam kaitan ini, patut dikenang bersama betapa banyaknya dapur-dapur umum yang telah diselenggarakan oleh rakyat di mana-mana bagi mereka yang berjuang, tanpa imbalan apa pun juga. Juga, betapa banyaknya rombongan pemuda-pemuda yang berbondong-bondong menuju daerah pertempuran.

Artinya, perjuangan melawan tentara Inggris (dan NICA) telah menggugah semangat patriotisme yang lintas-suku, lintas-agama, lintas-keturunan ras, dan lintas-aliran politik. Dengan semangat itu jugalah, rakyat Indonesia kemudian meneruskan, antara tahun 1945 sampai 1949, perjuangan melawan Belanda, sesudah tentara Sekutu (Inggris) meninggalkan Indonesia.

Dalam merenungkan kembali pertempuran Surabaya (dan juga pertempuran-pertempuran lainnya yang terjadi di banyak tempat di negeri kita) maka terbayanglah betapa indahnya suasana revolusi waktu itu, ketika patriotisme yang tinggi dan semangat sedia berkorban demi kepentingan rakyat dan bangsa menjadi kebanggaan umum. Suasana revolusi waktu itu telah memberikan pendidikan moral yang besar bagi banyak orang.

Sesudah bangsa kita melewati masa gelap Orde Baru, ketika api patriotisme sudah dibikin pudar dan semangat kerakyatan sudah dibikin semaput selama puluhan tahun, maka patutlah kiranya kita tetap menyimpan harapan bahwa bangsa kita akan bisa menemukan kembali arah besar yang sudah ditunjukkan oleh para pejuang perintis kemerdekaan dan para pahlawan yang sudah mendahului kita, yaitu : dengan jiwa Bhinneka Tunggal Ika mengabdi terus kepada kepentingan rakyat secara tulus!
Peperangan kita saat ini tidak menggunakan senjata pembunuh gan..
Karena.. musuh utama bangsa kita saat ini adalah
KORUPTOR, KEBODOHAN dan KEMISKINAN
Sudahkah engkau ambil bagian?
(Pertanyaan buatku..buatmu..buat kita semua..)



Selamat Hari Pahlawan Nasional – 10 November 2011
Terima kasih Pahlawanku
Kami siap Melanjutkan Perjuanganmu
Semoga jasa jasa para pahlawan akan membawa mereka
ke tempat terbaik di alam sana.
Quote:
Pidato Bung Tomo
PERTEMPURAN SURABAYA - 10 NOVEMBER 1945

Renungan :

10 Nopember 1945

TIDAK banyak masyarakat maupun instansi pemerintah memperingati hari pahlawan, pada 10 Nopember 1945. Pasalnya, hari pahlawan yang jatuh pada tanggal tersebut masih sangat tabu untuk diperingati. Masyarakat lebih suka memperingati hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Pada hal kalau kita mau melihat sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan tidak sedikit pengorbanan yang diberikan kepada bangsa ini. Harta dan jiwa mereka pertaruhkan, tanpa mengenal pamrih.
Para pahlawan berjuang siang malam bahkan sampai berhari-hari mereka harus meninggalkan keluarga, tinggal di hutan-hutan belantara, tanpa harus meminta imbalan dari siapapun. Jerih payah perjuangan mereka begitu tulus dalam rangka untuk membebaskan diri dari belenggu penjajah asing.

Begitu banyak para pahlawan gugur di medan laga. Begitu banyak harta mereka pertaruhkan. Namun semangat perjuangan mereka hilang begitu saja, seperti tidak terkenang oleh bangsa ini. Mereka malah lebih suka merayakan hari proklamasi kemerdekaan, dengan berbagai kegiatan, serta beraneka ragam budaya di pagelarkan ketika itu.

Sementara nasib para pejuang didalam memerdekakan bangsa ini seolah tiada dikenang, apa lagi diperingati secara besar-besaran. Sebenarnya, kalau mau jujur secara psykologis ada semacam perbedaan karakter dari sebagian anak bangsa di negeri ini. Mereka yang berjuang dengan susah payah didalam merebut kedaulatan bangsa, justru malah tidak dijadikan salah satu momen penting. Akibatnya, anak-anak bangsa di negeri ini sangat tidak mengenang akan hari pahlawan.

Kondisi semacam ini sudah tentu memberikan indikasi pembelajaran yang tidak imbang. Pasalnya, disatu sisi proses pembentukan karakter anak bangsa menjadi terkebiri oleh akibat pembentukan sejarah perjuangan bangsa ini tidak menyentuh secara sporadic kedalam jiwa-jiwa anak bangsa di negeri ini. Disisi lainnya, masyarakat atau dunia historika sama sekali tidak diperkenalkan kepada anak-anak kita. Wajar kalau anak-anak kita lebih kenal dengan hari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dari pada hari pahlawan 10 Nopember 1945.

Gejala semacam itu secara eksplisit harus segera diwujudkan secara transparan kepada anak-anak kita. Sehingga mereka tahu dan mengerti serta memahami bahwa kemerdekaan suatu bangsa tidak terlepas dari pengorbanan para pejuang-pejuang bangsa di negeri ini.

Bukan hanya dilakukan pengenalan itu melalui pengheningan cipta, sambil berucap “ Untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan juang, mari kita semua mengheningkan cipta sejenak “ bukan itu paradoksi pengenalan diri kepada anak-anak penerus bangsa ini. Tapi bagaimana seorang guru maupun tokoh pemerintahan di Negara tercinta ini memberikan pembelajaran terhadap proses pengenalan sebuah hari nasionalisme kepada mereka.

Pengenalan hari patriotisme kepada anak bangsa, bukan hanya sebatas usainya suatu peperangan, melainkan siapa pelaku dari proses peperangan menuju kepada hari kemerdekaan. Bukan juga, mengajak anak-anak untuk pergi ke Makam Pahlawan di Kali Bata sana. Atau mengajak anak-anak pergi melihat kapal-kapal perang milik Angkatan Laut, Darat, maupun Udara. Atau diajak ke museum-museum perjuangan, baik yang ada di Jakarta maupun yang ada di Daerah-Daerah. Hal itu boleh saja dilakukan. Mereka diajak ke sana dalam rangka memberikan pemahaman sejarah perjuangan maupun membentuk karakter mereka agar mengenal alat-alat perang yang dipergunakan saat itu.

Proses pendidikan tidaklah menjadi percuma, sepanjang anak-anak bisa mengenal dan memahami serta mengerti perjalanan maupun perkembangan sejarah bangsa ini. Selain itu, yang harus menjadi pusat perhatian dari pengenalan anak bangsa terhadap hari peringatan, dalam hal ini perlu juga kita mengenalkan pahlawan selain pahlawan revolusi, yaitu “ Pahlawan tanpa tanda jasa “.

Pahlawan satu ini memang berjuang tidak memakai persenjataan canggih. Tapi perjuangan mereka sungguh sangat canggih. Mereka mampu merubah dunia gelap menjadi terang benderang, manusia bodoh menjadi cerdas. Sudah banyak dari tangan-tangan dingin mereka mencuatkan predikat terhormat, baik dimata Nasional maupun Internasional. Melalui pahlawan tanpa tanda jasa tersebut perubahan dunia berubah sangat cepat.

Dunia begitu mengakui peranan pahlawan satu ini. Bahkan melebihi dari peranan pahlawan-pahlawan revolusi. Kalau pahlawan revolusi telah mampu merubah bangsa terjajah menjadi terbebas. Kalau “ Pahlawan Tanpa Tanda Jasa “ mampu merubah sebuah peradaban manusia dari keterpurukan menjadi sebuah bangsa yang beradab.

Melalui ilmu pengetahuan dan tekhnologinya para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut telah mampu mengangkatnya kejenjang sebuah pemikiran maju. Melalui ilmunya, mereka telah mampu membawa bangsa ini kepada bangsa yang mencintai ilmu pengetahuan.

Tidak sedikit para pelajar-pelajar Indonesia berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Baik prestasi Nasional maupun Internasional. Tidak sedikit pula para pelajar kita hasil penelitiannya dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa ini. Untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Semua itu adalah berkat jasa para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut didalam merefleksikan ilmunya demi untuk kecerdasan anak bangsa di negeri tercinta Indonesia ini.

Namun sayang, jerih payah perjuangan mereka sedikit sekali yang mau menghargainya. Bahkan kecenderungan di lupakan oleh sebagian masyarakat. Tidak jarang pula, nasib mereka justru terkebiri. Pantas kalau Iwan Fals, menyanyikan sebuah lagunya menyebutkan bahwa Guru itu seperti “Umar Bakri “ gaji kecil selalu dikebiri.

Profesi seorang guru, tidak begitu terlalu penting. Pasalnya, profesi seorang guru akan menjadi penting, bila koneksitas pekerjaan sudah mencapai titik maksimal. Umpamanya, seorang guru telah menjadi pejabat, seorang guru telah sukses dalam bidangnya baik sebagai professional maupun sebagai pejabat public atau sebagai figure dari suatu profesi. Baru hal itu dikatagorikan sebagai seorang guru yang sukses mendapat prioritas, sportifitas, dari berbagai kalangan. Baru mereka dihargai dan diberikan aplaus.

Jadi perioritas seorang guru harus mendapat tempat pada setiap jejaring produktifitas profesi. Bukan semata diberikan penghargaan, pengenalan, pemahaman, kepada anak bangsa itulah nasib guru. Maka itu “ wahai bapak dan ibu guru, engkaulah pelita hatiku, penerang jiwa hidupku, jasamu tanpa mengenal tanda jasa “ Semoga. *** (Penulis adalah wartawan MADINA)


http://www.kaskus.us/showthread.php?t=11400041
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=11400514

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...