Kota New York selama ini identik dengan gaya hidup warga Manhattan yang mewah, adegan kriminal di Bronx dan Brooklyn, atau mobil berkejaran di tengah kota. Tetapi sebenarnya ada hal lain yang amat melekat di New York — yang membuat warganya mencintai kota itu dan bangga menyebut diri mereka “New Yorker”.
Setelah melihat dengan mata kepala saya sendiri, penduduk New York memang patut bangga dan merasa lekat pada kotanya. Paling tidak, menurut saya, ada tiga hal yang membuat kota New York dicintai warganya: kereta bawah tanah, taman kota dan keberagaman. Ketiga hal ini meningkatkan kualitas hidup warga, menjadi kebanggaan dan memorabilia yang tak lekang dimakan zaman.
Kereta bawah tanah adalah salah satu hal yang mendukung kualitas hidup penduduk New York. Foto: AP/Richard Drew
Setiap datang ke suatu kota, saya selalu mencari tahu seberapa ramah kota tersebut terhadap komuter dan pejalan kaki. Hal ini penting bagi petualang ransel yang tak punya banyak uang naik taksi. Jika sebuah jarak bisa ditempuh jalan kaki, maka saya akan jalan kaki sejauh apapun, walau 20 blok!
Saya berkesimpulan, semakin ramah sebuah kota terhadap pejalan kaki, semakin tinggi pula kualitas hidup para penghuninya.
Kereta bawah tanah kota New York, yang beroperasi 24 jam sehari, adalah salah satu yang tersibuk di dunia (setelah Tokyo, Seoul dan Moskow) dan yang terbesar di Amerika Serikat. Pengamatan saya, kereta bawah tanah di New York City sangat efisien dan nyaman.
Sistem ini menghubungkan empat dari lima wilayah di kota New York: Manhattan, Bronx, Brooklyn dan Queens. Stasiunnya banyak yang sudah tua dan usang, tapi rangkaian keretanya sudah diperbarui dan berpendingin udara (ketika musim panas) serta berpenghangat (ketika musim dingin).
Yang paling menarik buat saya adalah merencanakan perjalanan dan berpindah-pindah jalur yang kebanyakan ditandai oleh persimpangan jalan di atasnya (42nd St/Times Square, Lexington Ave./59th Street). Turun dari gerbong, lalu pindah ke stasiun atau platform lain yang saling tumpuk adalah suatu kesenangan tersendiri bagi saya. Melihat gorong-gorong kereta bawah tanah yang sangat ikonik itu memastikan saya berada di kota New York.
Berbekal buku dan makan siang, Central Park jadi tempat menyenangkan untuk menghabiskan waktu.
New York juga identik dengan Central Park, sebuah taman di tengah Manhattan yang luasnya 341 ha, memanjang dari utara ke selatan. Taman ini sangat terkenal dan sering ditampilkan dalam film-film.
Taman kota di kota New York juga adalah simbol kualitas hidup warga urban. Taman kota di sini benar-benar merupakan ruang publik yang bebas digunakan semua orang, bahkan hampir 24 jam. Saya melihat banyak sekali kegiatan yang dilakukan di taman kota, mulai dari piknik, beristirahat, hari keluarga kantor, berolahraga, berkesenian dan makan & minum (di penjaja-penjaja makanan yang rapi).
“Di sini, rekreasi hampir gratis. Ketika tak punya uang, rekreasi termurah adalah pergi ke taman, bawa buku dan makanan dari rumah, sampai tertidur pulas selama berjam-jam di taman,” ujar Boy Avianto, seorang teman yang bekerja di kota New York selama dua tahun.
Yang terakhir, keberagaman. Beberapa daerah identik dengan tempat bermukimnya para imigran, seperti Astoria di Queens. Di sini, hampir seluruh bangsa di dunia ada, dan bisa dipastikan bahasa yang diucapkan sehari-hari bukan bahasa Inggris. Menurut sensus pemerintah tahun 2006, jumlah imigran/keturunan imigran mencapai 37 persen total penduduk kota New York. Lebih dari itu, komposisi penduduk di New York hampir rata dilihat dari ras/kebangsaan.
Apa yang menarik di sini? New York City menjadi representasi dunia dalam ukuran mini, dengan total penduduk 8 juta jiwa. Warganya terekspos dengan berbagai kalangan dengan segala manifestasinya. Kota menjadi hidup dan kaya, penuh inspirasi. Bagi pecinta makanan, atau yang mudah merasa kangen makanan di daerah asal, hampir pasti di sini ada. Menariknya, dengan keberagaman ini, justru mereka hidup berdampingan dengan baik.
Tentu saja, tidak semua kota sempurna. Selalu ada sisi negatifnya. Namun bagi saya, kota New York punya kesan pertama yang impresif, sebuah kota yang patut menjadi model pembelajaran bagi kota lain. Kota yang membangkitkan asosiasi yang kuat pada diri penghuninya.
Sigit Adinugroho bisa dikunjungi di blog perjalanannya, www.ranselkecil.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar